Bincang lanjutan dengan Pak Bambang Sudihartoto : “Ilmu tidak habis dibagi” (Part 2 – End)

Pada artikel sebelumnya, Pak Bambang bercerita tentang awal muasal nya beliau berkecimpung di dunia elektronika sampai mulai ngoprek mikrokontroler (tahun 1990-an). Bagaimana kisah kelanjutannya ? Mari kita simak kembali lanjutan ceritanya :

Seru juga ya Pak, lanjut lagi dong ceritanya…  

Pada tahun 1992, order radio FM broadcast mulai berkurang dikarenakan pedagang Glodok mulai memasukan perangkat dari Italia. Akhirnya saya harus kembali mencari jalan keluar untuk menghidupi keluarga saya, Saya pun mencoba peruntungan di bidang lain di NTB, dalam waktu 4 bulan, usaha tersebut gagal dan saya mengalami kebangkrutan (untuk kedua kalinya setelah yang pertama ketika memutuskan quit kerja dari Bank BUMN). Akhirnya saya kembali berkutat dengan elektronika dengan bekerja memperbaiki PCB board mesin di pabrik tekstil sampai tahun 1997 (pabrik tutup terkena efek krismon). Tahun 1997-2000, saya mencoba usaha kembali dari membuka warnet sampai membantu teman mengerjakan proyek data center di Bangkok untuk menyambung hidup.

 

 Telephone rumah berteknologi AMPS dan CDMA produksi Pak Bambang.

Telephone rumah berteknologi AMPS dan CDMA produksi Pak Bambang.

 

Tiba-tiba datanglah gelombang Booming kedua (sekitar awal tahun 2000-an) yakni jaman ketika orang kesulitan untuk mendapatkan sambungan jaringan telpon ke rumah-rumah. Saya ingat pada suatu hari ada seorang teman (lagi-red) yang membawa sebuah prototype desktop phone berteknologi selular AMPS, yang akhirnya saya sempurnakan menjadi sebuah produk yang lebih baik. Setelah itu saya melakukan riset untuk produk serupa tetapi menggunakan pesawat telpon asli yang digabungkan dengan teknologi CDMA. Saya mulai mencoba membuat prototype tersebut bertepatan sebelum Telkom Flexy diluncurkan di kota-kota besar di Indonesia, dan ternyata teman saya lagi-lagi benar, perangkat saya tersebut sukses berat. Seperti halnya jaman CB dan FM broadcast, saya juga kebanjiran order alat telepon rumah dari Flexy home berteknologi CDMA ini (C-phone). Saya mempekerjakan pegawai sampai 40 orang dengan menyewa dua buah ruko untuk dapat memproduksi perangkat sampai beberapa puluh ribu unit. Beberapa tahun kemudian (2002 – 2005), bermunculan pula beberapa perusahaan yang membuat produk serupa, sehingga harga pun menjadi rusak.

Setelah itu, saya beberapa kali mencoba kerja sama dengan pihak tertentu mengembangkan beberapa produk inovatif seperti security sistem untuk BTS, lampu tower LED, lalu solar cell LED untuk penerangan jalanan yang memiliki kemampuan tambahan otomatis penghemat baterai. Namun karena satu dan lain hal, kerjasama yang dibarengi membentuk perusahaan PT selalu gagal dan kurang membuahkan hasil. Akhirnya setelah memasuki usia pensiun, saya memutuskan mengisi waktu di bidang hobby dan pendidikan, salah satunya adalah mempelajari oprekan baru seperti Arduino dan kawan-kawannya.

 

 Lampu tower LED (kiri), Security sistem untuk BTS (kanan).

Lampu tower LED (kiri), Security sistem untuk BTS (kanan).

 

Salut Pak Bambang, walaupun sudah berkecimpung lama di bidang rekayasa elektronika, ternyata Bapak tak berhenti untuk belajar. Menurut pendapat Pak Bambang, bagaimana prospek dari industri Rekayasa Elektronika di Indonesia ?

Sebenarnya untuk bidang apa-pun,  termasuk di bidang rekayasa elektronika, asalkan kita mau menekuni suatu bidang yang berangkat dari rasa suka, maka percayalah akan berhasil. Karena celah/peluang itu akan selalu ketemu di dalam perjalanan tersebut, asalkan kita jeli melihat gap antara kebutuhan dan teknologi yang tersedia sesuai perkembangan jaman. Kalau mikirnya komersil dari awal, apabila ketemu masalah sedikit di tengah jalan, kita akan mudah menyerah. Lain halnya apabila pekerjaan yang berakar dari hobi/rasa suka,  maka sang enterpreneur memiliki kecenderungan untuk lebih tahan banting. Yang jauh lebih penting dari modal uang itu adalah niat berupa keinginan yang sangat kuat dan keahlian.

Di luar hal itu, pemerintah sebenarnya bisa lebih mendukung juga industri kreatif kita dengan mempermudah impor bea dan pajak dari bahan baku. Begitu pula dari segi sertifikasi SNI, hak merek dan hak paten. Saya sendiri dulu pernah menghadapi kesulitan untuk mematenkan merek saya. Akhirnya untuk paten, saya urung melaksanakannya dan melindungi ciptaan saya dengan cara saya sendiri.

Lalu bagaimana pendapat anda tentang sharing ilmu. Pak Bambang sendiri tampaknya aktif sharing ilmu di Forum Arduino Indonesia.  Di Indonesia banyak kan orang-orang yang tidak mau men-sharing karena ketakutan ilmu atau rahasianya ketahuan orang lain ?

Ada perumpamaan kalau punya uang 1000 rupiah dibagi dua, maka masing-masing orang hanya memiliki 500 rupiah, lain halnya dengan ilmu pengetahuan apabila dibagi maka ilmu tersebut tidak ada habisnya. Almarhum ayah saya pernah memberi perumpamaan bahwa rejeki setiap orang itu ada takarannya, misalkan apabila kapasitas rejeki itu berupa cangkir, apabila diisi air satu ember maka air yang tertampung pun hanya satu cangkir dan sisanya akan tumpah. Apabila uang dijadikan menjadi tujuan hidup bukan penunjang hidup, maka orang tersebut menjadi serakah, seperti halnya para koruptor.

Cerita Bapak benar-benar memberikan inspirasi, apakah ada pesan atau nasihat untuk teman-teman yang sudah atau ingin berkecimpung di bidang ini ?

Untuk yang memiliki niat menjadi enterpreneur, modal utama bukanlah berupa uang, tetapi yang lebih penting adalah niat yg kuat yang disertai dengan mental siap untuk rugi, sebaiknya janganlah berpikir pasti untung dahulu. Jangan memaksakan menekuni yang bukan passion, seperti musiman atau terbawa teman, karena tidak akan tahan lama. Lalu, pesan kedua :

Belajar itu tidak harus lewat pendidikan formal, oleh karena itu jangan pernah berhenti belajar setelah tamat sekolah karena dunia teknologi itu berkembang terus menerus.

Untuk para siswa yang merasa salah pilih jurusan, jangan patah semangat, karena itu bukan-lah dead end, masih ada waktu untuk terus belajar menekuni passion anda setelah pendidikan formal. Saya pribadi belajar elektronika ketika umur 25-an, belajar bahasa pemrograman untuk mikrokontroller ketika umur 40 tahun. Untuk pemrograman Arduino sendiri saya baru tekuni dari dua tahun yang lalu. Sementara itu untuk Internet of Things (IOT) sendiri merupakan hal yang baru yang sangat menarik bagi saya untuk dipelajari.

Siap pak, nanti saya sharing yah cara pakai dan koneksi device dengan IoT Platform Indonesia Geeknesia. Terima kasih atas waktu nya. 

Setelah mendengar kisah dari Pak Bambang, saya mulai melihat sebuah pattern di mana ketika dia mendapat rejeki booming, seperti jaman masa beliau mengerjakan service radio CB, membuat module FM radio, membuat perangkat telpon Flexi home, dan lain sebagainya. Beliau selalu mendapat ilham atau masukan melalui teman-temannya. Oleh karena itu, untuk menjadi sukses itu diperlukan teman untuk menjadi sumber informasi dan berkolaborasi. Beliau pun rupanya tidak segan untuk berbagi ilmu karena merasakan sendiri manfaat dari berbagi. Untuk teman-teman yang berminat untuk mengikuti Komunitas Kolaborasi Inovasi di bidang Internet Of Things (IOT) di Bandung, bisa menghubungi saya via email di martin.kurnadi@iot.co.id

 

Martin Kurnadi on twitterMartin Kurnadi on linkedin
Martin Kurnadi
Co-founder at IOT.CO.ID
Martin Kurnadi adalah salah satu founder dari IOT.CO.ID, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pengembangan produk dan jasa dari Internet of Things di Indonesia. Martin memiliki pengalaman lebih dari 10 tahun di bidang Otomatisasi Industri, Pengembangan Produk, dan Manajemen. Kontak saya di : martin.kurnadi@iot.co.id

One response to “Bincang lanjutan dengan Pak Bambang Sudihartoto : “Ilmu tidak habis dibagi” (Part 2 – End)

Comments are closed.